CH (141): “Perang Bintang” di Kisruh PSSI

Kisruh di tubuh PSSI berlanjut. Kalau dahulu antara pendukung pro dan kontra Nurdin Halid, sekarang berubah menjadi “perang bintang” antara Jenderal TNI AD Goerge Toisutta dengan Letnan Jenderal TNI AD (Purnawirawan) Agum Gumelar.

FIFA yang menunjuk Agum Gumelar sebagai sebagai Ketua Komite Normalisasi PSSI, menyatakan bahwa pasangan Goerge Toisutta-Arifin Panigoro tidak bisa ikut dalam pemilihan Ketua Umum PSSI Periode 2011-2015 yang akan digelar 20 Mei nanti. Bahkan beberapa hari belakangan, muncul komentar Agum Gumelar agar TNI tidak melakukan intervensi dalam masalah PSSI. “Sekali lagi saya katakan, saya ingin tidak percaya. Tapi telinga saya banyak mendengar. Saya mengimbau kepada aparat teritorial agar segera menghentikan hal itu. Ini tidak baik untuk citra TNI,” jelas Agum Gumelar, demikian statemen Agum seperti dikutip dari jurnalnusantara.com.

Di sisi lain, kelompok 78 menolak statemen Agum tentang adanya intervensi tersebut, “Ini isu yang sengaja digelontorkan Komite Normalisasi. Karena salah satu calon yg diusung adalah seorang militer, sehingga dimanfaatkan isu ini,” tegas Syahrial dari kelompok 78, seperti dikuti dari medanbisnisdaily.com. Kelompok 78 tetap bersikeras untuk mengusung pasangan Toisutta – Panigoro.

Ingat UKnD

Kalau ingat kisruh PSSI belakangan ini seputar pencarian calon Ketum PSSI, saya jadi teringat dengan kisruh pemilihan rektor sebuah perguruan tinggi swasta, Universitas Kelakuan nDeso (UKnD). Ketika Komite Khusus Penyiapan Calon Rektor (KKPCR), yang mendapat amanah untuk menyiapkan nama-nama untuk diajukan, mengumumkan bahwa seorang kandidat tidak lolos, membuat gusar sekelompok orang yang menamakan diri Komunitas Penyelamat Pilihan Rektor (KPPR). KPPR menggunakan isu demokrasi dan transparansi untuk merengkuh massa. Sejumlah demo digelar, taktik menggunakan pegawai rendah juga dipakai, tidak luput mengikutsertakan media. Setelah akhirnya, ada ralat putusan KKPCR (dengan alasan untuk menjaga keamanan dan stabilitas), kelompok KPPR pun diam-diam saja. Diam (mungkin) karena, “Ayam Jagonya” sudah “lolos”. Tidak ada lagi demo permintaan demokratisasi dan transparansi pemilihan rektor.

Jangan-jangan nanti Kelompok 78 dalam kisruh PSSI juga begitu. Ketika ada ralat keputusan karena mendapat “tekanan” dan untuk menjaga stabilitas keamanan, dan mengijinkan Toisutta – Panigoro, maka Kelompok 78 (yang konon mengusung isu demokrasi dan penolakan intervensi FIFA) akan diam? 🙂 (sfm).

Baca juga:

Catatan Harian (66): For The People, Not For Arifin-Toisutta

Leave a comment