CH (384): Pertamina, “Yang Pas Yang Mana”?

Memiliki kendaraan bermotor, selain wajib servis berkala (agar kendaraan awet), pastinya harus diisi dengan Bahan Bakar Minyak (BBM). Soal mengisi BBM untuk kendaraan roda dua saya, maka pilihan saya jatuh ke Pertamax. Bukan tanpa sebab, tentu dengan berbagai pertimbangan, walau sedikit lebih mahal ketimbang Premium. Tak apalah. Selain itu, saya lebih mantab membelinya di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), dan bukan di warung BBM eceran. Bukan tanpa sebab, namun karena kampanye “PASTI PAS” Pertamina.

Keseringan mengisi Pertamax dengan nominal yang sama di beberapa SPBU yang ada di Kota Salatiga, saya jadi paham ada yang berbeda dari struk (print out) yang saya minta dari operator.

struk SPBUPerbedaannya pada jumlah liter yang tertera dalam struk tersebut. Untuk jumlah pembelian yang sama, sebesar Rp20.000 (harga 1 liter Rp9.400), terdapat perbedaan jumlah liter yang masuk ke tangki kendaraan saya. Pada struk pertama (sebelah kiri), tercatat sebanyak 2,12 Liter, sedangkan pada struk sebelah kanan tertera 2,13 Liter. Saya mencoba untuk menghitung ulang dengan kalkulator komputer, 20.000 dibagi 9.400 = 2,127659574468085. Itu berarti SPBU dengan struk sebelah kanan melakukan pembulatan hasil menjadi 2,13, sedangkan sebelah kiri tidak. Sehingga selisih antara kedua SPBU adalah 0,01 Liter.

Masalah bulat-membulatkan angka hasil pembagian. Tidak jauh dari pelajaran di Sekolah Dasar dahulu. Saya jadi ingat, kalo pembagian angka menghasilkan sejumlah angka dibelakang koma, maka bisa dilakukan pembulatan. Aturan dasar pembulatan sebenarnya sederhana, yakni:

  • 0,1,2,3 dan 4 termasuk dalam tim “ke bawah”.
  • 5,6,7,8 dan 9 termasuk tim “ke atas”.

Kembali ke 0,01 Liter. Sedikit! Tapi, nanti dulu, jika ada pembeli dengan jumlah yang sama sebanyak 100 pengendara, maka SPBU menerima 0,01 Liter x 100 = 1 Liter (Rp9.400/liter).

Seharusnya bagaimana? Dalam tulisan ini, saya hanya menyampaikan fakta sederhana  saja, tidak ingin berspekulasi mengenai kenapa begini, kenapa begitu, dan seharusnya bagaimana. Saya kembalikan kepada “PASTI PAS”-nya Pertamina, yang “PAS” yang mana….? (sfm).

CH (383): Butet Nyalon Wali Kota

 

JAKARTA, 28/4 - AKSI BUTET KARTAREDJASA DI NEWYORKARTO. Budayawan yang juga monolog Butet Kartaredjasa  saat tampil  dalam konser hiphop bertajuk " NewYorkarto: Orang Jawa Ngerap Di New York" yang di gelar di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (27/4).Konser persembahan  Jogja Hiphop Foundation dan Djarum Apresiasi Budaya ini  berlangsung 27-28 April 2012 ini menampilkan konser hip hop pertama di indonesia yang memadukan musik hip hop dengan okrestra musik gamelan jawa  dan string okrestra serta penampilan wayang dan fragmen monolog. FOTO ANTARA/Teresia May/Koz/nz/12.

Mas Butet, kapan nyalon Wali Kota Yogyakarta?

(Saam Fredy Marpaung, Salatiga)

Seseorang kelak pengin berprofesi apa dan menjadi apa biasanya dipicu mimpi-mimpi di masa kecil. Nah, sialnya, saya tidak pernah dikasih kesempatan bermimpi jadi wali kota. Paling pol memerankan “wali kota” di panggung pertunjukan. Jadi wali kota imitasi gituan udah cukup. Kalau jadi wali kota beneran tunggu nanti setelah saya gegar otak permanen. Ha-ha-ha…. Kalau suatu saat nanti Gusti Allah kasih firman dan mengharuskan: satu-satunya ruang pengabdian bagi kehidupan ini hanya bisa melalui jalan politik, saya akan mengalah dan menyerah diri menjadi pejabat publik sejenis wali kota itu. (sfm).

(Sumber: Kompas Kita, Kompas Cetak, halaman 33, Selasa, 23 Juni 2015).

Baca juga: CH (126): “Kucing” dan Butet Kertaredjasa.